Halo semuaaaa....
Kali ini
yang dibahas adalah tentang chanoyu, yuk mari disimakk !!! @. @
Chanoyu
Upacara minum teh adalah ritual
tradisional minum teh ala Jepang yang disajikan untuk tamu. Chanoyu atau
upacara minum teh disebut juga Sadou
(茶道), Chadou
artinya “jalan teh”. Dulu disebut Chatou
atau Cha no yu (茶の湯). Chanoyu secara harafiah artinya “air
panas untuk teh” yang asalnya dari kanji
cha (茶) atau teh dan yu (湯) atau air panas.
Pada upacara minum teh Jepang, teh tidak hanya dituang air panas
lalu diminum namun ada terdapat nilai seni dalam arti yang luas. Biasanya
upacara minum teh ini diadakan di sebuah ruangan khusus yang disebut Chashitsu, ada juga yang diadakan di
luar ruangan yang disebut Nodate. Untuk
di Chashitsu terdapat beberapa barang, seperti kakejiku (lukisan dinding), chabana
(bunga) dan mangkuk keramik yang
disesuaikan dengan musim dan status tamu yang diundang. Dalam upacara minum teh terdapat cerminan
kepribadian dan pengetahuan tuan rumah tentang tujuan hidup, cara berpikir,
agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di
Chashitsu. Upacara minum teh biasanya bisa berlangsung selama beberapa jam.
Chashitsu
SEJARAH CHANOYU (茶の湯の歴史)
Ketika Dinasti Tang..
Ada seorang ahli teh Dinasti Tang yang
berasal dari Tiongkok, namanya adalah Lu Yu (Riku U) . Lu Yu adalah seorang
penulis buku berjudul Ch'a Ching (茶经) atau Chakyō (Classic
of Tea) “Ch'a Ching (茶经) atau Chakyō “
(Classic of Tea). Dalam buku ini terdapat hal mengenai sejarah, cara
menanam teh, sejarah minum teh, cara membuat teh dan menikmati teh.
Ketika Zaman Heian..
Di Zaman Heian, setelah teh dibawa masuk
ke Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke Dinasti Tang, produksi dan tadisi
minum teh dimulai. Di zaman ini teh masih merupakan hasil fermentasi yang
setengah matang. Dulu untuk membuat teh kita harus merebus teh ke dalam air
panas. Penikmat teh pada saat itu masih terbatas sehingga upacara minum teh
saat zaman ini belum populer.
Ketika Zaman Kamakura..
Ketika zaman ini ada dua pendeta Eisai
dan Dogen yang datang ke Jepang untuk menyebarkan ajaran Zen dan memperkenalkan
Matcha yang dibawanya dari Tiongkok
sebagai obat, yang sebelumnya digunakan untuk ritual keagamaan di biara buddha
Zen. Sejak saat itu ajaran Zen dan teh menjadi terkenal yang sebagai unsur
utama dalam penerangan spiritual. Matcha adalah teh yang berasal dari tanaman yang serupa
dengan teh hitam,
tapi Matcha tidak difermentasi, namun digiling
sampai menjadi tepung. Matcha yang
dibawa Eisai pada mulanya berupa bibit pohon teh yang ditanamnya di belakang
kuil Kosan-ji di Uji dekat Kyoto. Eisai menularkan kebiasaan minum teh di
China, lalu menggabungkan seni menyeduh teh dengan ajaran Zen dan menciptakan
budaya minum teh yang berbeda dari budaya minum teh ala China. Sejalan dengan
banyaknya penikmat teh, penanaman teh dilakukan dimana-mana.
Matcha
Ketika Zaman Muromachi..
Di zaman ini berkembang suatu permainan tebak menebak tempat asal air
yang diminum yang disebut Tousui, lalu menjadi populer sebagai judi yang
disebut Toucha, dimana permainan ini berkembang menjadi tebak-tebakan nama
merek teh yang diminum. Saat itu perangkat minum teh Dinasti Tang cukup mahal.
Untuk membeli perangkat dari Tiongkok tersebut kita harus mengeluarkan uang
lebih. Di kalangan Daimyo acara minum teh menjadi popular, acara itu diadakan
dengan mewah dengan menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara itu
dikenal dengan Karamono Suki. Namun acara itu ditentang oleh nenek moyang ahli
minum teh, Murata Jukou yang menentang minuman keras dan judi dalam acara minum
teh. Murata Jukou berpendapat, kalau acara minum teh harus merupakan sarana
pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dengan pihak yang
menjadi tamu. Murata Jukou memperkenalkan acara minum teh yang merupakan asal
usul upacara minum teh aliran Wabicha.
Ketika Zaman Azuchi Momoyama..
Di zaman ini Wabicha yang sebelumnya
diperkenalkan oleh Murata Jukou mengalami perkembangan, Wabicha dikembangkan
oleh seorang pedagang sukses dari kota Sakai yang bernama Takeno Shōō dan
disempurnakan oleh murid (denshi) yang bernama Sen no Rikyū. Sen no Rikyū merupakan
seorang ahli teh untuk Oda Nobunaga, seorang samurai penguasa Jepang yang
sangat menggemari Chanoyu. Wabicha ala Rikyū menjadi populer di
kalangan samurai dan melahirkan
murid-murid terkenal seperti Gamō Ujisato, Hosokawa Tadaoki, Makimura Hyōbu, Seta Kamon, Furuta Shigeteru, Shigeyama Kenmotsu, Takayama Ukon, Rikyū Shichitetsu. Sen no Rikyū menyempurnakan
seni minum teh Jepang dan memperkenalkan beberapa aliran upacara minum teh yang
ada sampai sekarang seperti Urasenke,
Omotesenke, dan Mushanokoujisenke. Dari Wabicha
muncul aliran-aliran baru yang dipimpin oleh beberapa Daimyo. Dalam upacara
minum teh Sen no Rikyū membuat empat
prinsip dasar yang merupakan filosofi dalam Chanoyu yaitu konsep wa (和)
yang artinya keharmonisan/ kedamaian manusia, kei(敬) yang artinya
rasa hormat (hormat kepada yang lebih tua, rasa kasih sayang kepada teman atau
orang yang lebih muda), sei (清) yang artinya
kemurnian, kebersihan, kebenaran juga melambangkan hati manusia yang tenang dan
santai (wabi,sabi), dan yang terakhir jaku(寂) yang artinya
ketenangan, hal yang paling utama dari Chado, dimana setelah ketiga konsep
tersebut didapatkan, makan konsep yang lain akan terpenuhi.
Ketika awal Zaman Edo..
Pada zaman ini ahli minum teh masih
terbatas pada kalangan Daimyo dan
pedagang yang kaya.
Ketika pertengahan Zaman Edo..
Penduduk kota yang ekonominya sukses dan membentuk kalangan
menengah atas secara bersama menjadi peminat upacara minum teh. Para peminat
disambut oleh aliran Sansenke (Urasenke,
Omotesenke, dan Mushanokoujisenke) dan pecahan aliran Senke. Upacara minum teh yang
populer menyebabkan banyak orang sehingga dibuatlah suatu aturan dan sistem.
Peraturan itu disebut dengan Iemoto Seido, Iemoto Seido adalah peraturan yang
lahir dari kebutuhan mengatur hirarki antara guru dan murid dalam seni
tradisional Jepang. Guru generasi ke-7 aliran Omotesenke dan guru generasi ke-8
aliran Urasenke Joshinsai dan Yūgensai serta Kawakami Fuhaku (Edosenke generasi pertama)
kemudian memperkenalkan metode baru belajar upacara minum teh yang disebut Shichijishiki. Dengan metode
ini banyak murid dapat mempelajari upacara minum teh secara bersama-sama.
Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang untuk
belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di seluruh
Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga
berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak secara
serius seperti sedang bermain-main. Sebagian guru upacara minum teh berusaha mencegah kemunduran dalam
upacara minum teh dengan menekankan pentingnya nilai spiritual dalam upacara
minum teh. Pada waktu itu, kuil Daitokuji yang merupakan kuil
sekte Rinzai
berperan penting dalam memperkenalkan nilai spiritual upacara minum teh
sekaligus melahirkan prinsip Wakeiseijaku yang berasal
dari upacara minum teh aliran Rikyū. Pada
akhir masa keshogunan Tokugawa, Ii Naosuke menyempurnakan prinsip Ichigo Ichi’e” yang artinya satu kehidupan, satu kesempatan.
Pada masa sekarang, upacara minum teh dikenal dengan berhasil
disempurnakan dengan penambahan prosedur sistematis yang riil seperti otemae
(teknik persiapan, penyeduhan, penyajian teh) dan masing-masing aliran
menetapkan gaya serta dasar filosofi yang bersifat abstrak.Ketika akhir Zaman Edo..
Ketika zaman ini upacara minum teh memakai Matcha yang disempurnakan oleh kalangan samurai namun upacara ini menjadi tidak popular karena adanya tata karma yang kaku. Umumnya orang-orang menginginkan upacara minum teh yang santai yang biasa dinikmati sehari hari karena itu orang-orang mulai tertarik dengan Sencha. Sencha adalah teh hijau paling umum yang ditemukan di Jepang, yang berasal dari daun teh yang terkena sinar matahari secara langsung, tapi beda dengan Matcha teh ini tidak dilalui proses penggilingan. Sencha akan lebih enak dinikmati panas-panas pada cuaca yang dingin.
Sencha
Karena banyak orang yang menginginkan hal itu, pendeta
Baisaō yang dikenal juga sebagai Kō Yūgai menciptakan aliran
upacara minum teh dengan sencha (Senchadō) yang menjadi mapan dan
populer di kalangan sastrawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar